Rohil – Abdul Rachman Silalahi menegaskan bahwa tidak ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa Dewi Maya Tanjung memiliki lahan seluas 537 hektar. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di kediamannya di Pekanbaru, Minggu (23/2), menyusul klaim yang beredar di media online bahwa lahan tersebut telah dirampas.
“Semua administrasi jual beli dan surat-surat sah ada pada saya,” ujar Abdul Rachman Silalahi dalam keterangannya.
Ia menjelaskan bahwa permohonan pihak Dewi Maya Tanjung untuk memperoleh lahan tersebut telah ditolak dalam berbagai tahapan hukum, termasuk kasasi di Mahkamah Agung. Dalam putusan tersebut, MA menolak permohonan rekonvensi yang diajukan Dewi Maya, yang hanya mengklaim 61 hektar, bukan 537 hektar seperti yang beredar di publik.
“Permohonan mereka tidak dikabulkan. Mereka meminta MA melakukan persidangan khusus, namun MA menolak dengan alasan kurang pihak. Permohonan mereka di kasasi juga ditolak, yang berarti putusan sebelumnya tetap berlaku,” jelas Abdul Rachman Silalahi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tanah yang diperkarakan atas nama Bastian, suami Dewi Maya, telah sah diperjualbelikan antara Winarto dan Bastian di hadapan notaris. Bahkan, menurutnya, notaris yang bersangkutan pun geram dengan klaim yang diajukan oleh Dewi Maya.
“Saat Dewi Maya datang dan mengklaim tanah itu, notaris pun marah karena transaksi jual beli sudah sah. Dewi Maya sendiri mengaku tidak tahu berapa harga tanah yang dijual oleh suaminya,” tambahnya.
Menurut Abdul Rachman, Dewi Maya mendapatkan informasi yang salah dari penasihat hukumnya. Selain itu, ia juga menyoroti adanya dugaan penggunaan nama keluarga untuk menghindari aturan terkait kepemilikan lahan di kawasan perhutani.
“Kita harus membuktikan apakah tanah yang atas namanya Dewi Maya memang milik Bastian atau bukan. Sebab, sesuai undang-undang perhutani, kepemilikan lahan dibatasi maksimal 20 hektar. Jika memang lahan itu dibeli atas nama keluarga untuk menghindari aturan, maka klaim Dewi Maya bisa dipertanyakan,” tegasnya.
Selain itu, Abdul Rachman juga menuding Dewi Maya telah melakukan tindakan melawan hukum dengan mengerahkan preman dan orang suruhannya untuk memanen dan menguasai lahan yang saat ini sah menjadi miliknya.
“Dewi Maya mengklaim memiliki tanah kebun kelapa sawit seluas 537 hektar dan kemudian mengerahkan preman serta orang suruhannya untuk memanen dan menguasai lahan saya,” ungkapnya.
Menanggapi tindakan tersebut, Abdul Rachman telah melaporkan Dewi Maya ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Rokan Hilir. Ia meminta agar Dewi Maya bersikap kooperatif dalam proses hukum yang sedang berjalan dan tidak sekadar membangun narasi bahwa dirinya adalah pihak yang dizalimi.
“Saya sudah melaporkan tindakan Dewi Maya ke Satreskrim Polres Rohil. Jadi, silakan kooperatif saja dalam proses hukum yang sedang berjalan. Jangan hanya membuat pernyataan atau membangun framing seolah-olah merasa dizalimi,” ujarnya tegas.
Ia juga menyatakan bahwa justru dirinya yang paling dirugikan oleh pemberitaan yang tidak berdasar dan tidak pernah dikonfirmasi langsung kepada dirinya maupun kepada kuasa hukumnya.
“Saya yang paling dirugikan dalam hal ini. Pemberitaan yang tidak berdasar telah mencemarkan nama baik saya. Tidak ada satu pun dari media yang mengonfirmasi langsung kepada saya atau kuasa hukum saya,” kata Abdul Rachman.
Sebagai pembeli yang beritikad baik, Abdul Rachman menegaskan bahwa dirinya telah memenuhi seluruh kewajibannya dalam proses jual beli tanah tersebut secara tunai dan terang.
“Saya adalah pembeli beritikad baik. Saya telah melaksanakan seluruh kewajiban saya secara tunai dan terang sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, Abdul Rachman berharap publik tidak disesatkan oleh informasi yang tidak akurat terkait kepemilikan lahan tersebut. Ia menekankan bahwa seluruh proses hukum telah berjalan sesuai prosedur dan putusan yang ada harus dihormati.
“Harapan saya, masyarakat tidak termakan isu yang tidak benar. Proses hukum sudah berjalan sesuai aturan, dan putusan yang ada harus dihormati,” pungkasnya.