JAKARTA – Menkeu Sri Mulyani Indrawati, merespon keberhasilan Presiden Argentina Javier Milei, dalam menciptakan surplus APBN di negaranya.
Keberhasilan Argentina menciptakan surplus APBN, yaitu dengan memotong gaji pejabat hingga memecat ribuan PNS. Negara tersebut juga memangkas berbagai subsidi. Ini pertama kalinya Argentina mencatatkan surplus anggaran 10 tahun terakhir.
Lantas apakah kebijakan pemerintah Argentina tersebut, akan diterapkan di Indonesia?
Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, kebijakan Presiden Argentina tersebut tidak akan diterapkan di Indonesia. “Indonesia di dalam mendesain APBN tentu dikaitkan dengan kondisi ekonomi kita, jadi kita tidak bisa menjiplak ekonomi lain karena kondisi kita berbeda,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2025)
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kondisi perekonomian di Argentina memang terus mengalami pemburukan. Bahkan, beberapa kali negara yang terletak di Amerika Selatan tersebut mengalami Krisi ekonomi.
“Nah kalau satu namanya bukan tren, mungkin kasus ya, karena Argentina kondisi ekonomi dalam situasi yang sangat berbeda dibandingkan emerging market yang lain, mereka terus-menerus dalam krisis,” tegasnya.
Sri Mulyani menilai, gebrak kebijakan yang ditempuh Presiden Argentina tersebut telah sesuai dengan permasalahan ekonomi di negaranya. “Dan sekarang memiliki presiden yang mungkin totally beda pandangan atau approach-nya, yang mungkin dibutuhkan untuk kondisi perekonomian Argentina sendiri,” ujarnya.
Sedangkan, Pemerintah Indonesia sendiri masih menjadikan APBN sebagai bantalan perekonomian nasional. Dengan ini, kebijakan yang ditempuh pemerintah telah disesuaikan dengan permasalahan ekonomi yang terjadi di lapangan.
“Tadi inflasi kita di 2 plus minus 1 persen yang kita sampaikan tadi, di Argentina inflasinya mencapai lebih dari 70 persen, so it’s totally different, debt to GDP ratio mereka berbeda, exposure mereka terhadap utang, terhadap kondisi ekonomi domestik, maupun terhadap nilai tukar, sangat beda dengan kita,” urai Sri Mulyani.
“Jadi kita juga mendesain APBN berdasarkan kondisi dan tujuan ekonomi kita, bagaimana APBN tadi menjadi katalis terhadap produktivitas,” pungkasnya.
Diketahui, dampak terburuk kini membayangi masyarakat Indonesia, efek Presiden Prabowo Subianto yang telah menerbitkan Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang berisi tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Total belanja yang ia perintahkan untuk dipotong dari anggaran pemerintah pusat dan daerah itu senilai Rp 306,69 triliun.
Dampak terburuk dari pemangkasan APBN bagi masyarakat biasanya terjadi pada kelompok rentan dan berpenghasilan rendah.