Pematangsiantar – Polemik seputar tempat hiburan malam Studio 21 kembali mencuat setelah lokasi tersebut kembali beroperasi bebas, meski beberapa bulan lalu telah dipasang garis polisi terkait pengungkapan kasus dugaan peredaran narkotika jenis ekstasi.
Dalam operasi sebelumnya, aparat Kepolisian berhasil mengamankan sejumlah pelaku beserta barang bukti pil ekstasi. Namun, pemilik gedung yang dikenal dengan inisial A (Amut) disebut-sebut tidak tersentuh proses hukum, sehingga memunculkan pertanyaan publik mengenai ketegasan penegakan hukum di wilayah tersebut. Rabu (19/11/2025).
Kembalinya Studio 21 beroperasi tanpa hambatan memicu keresahan di tengah masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana mungkin tempat yang sebelumnya disinyalir sebagai lokasi peredaran narkotika dapat dibuka kembali tanpa ada kejelasan proses hukum terhadap pemilik tempat.
Sejumlah warga menilai hal ini menjadi indikasi lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap penyedia fasilitas yang diduga turut memberi ruang bagi praktik peredaran narkotika.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B), Henderson Silalahi menyampaikan sikap tegasnya. Ia meminta Kapolri untuk mengeluarkan instruksi langsung kepada Kapolda Sumatera Utara (Kapoldasu) agar mengambil langkah tegas dan transparan.
“Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih, Jika benar tempat tersebut pernah menjadi lokasi peredaran narkotika, maka penyedia tempat juga harus dimintai pertanggungjawaban. Kami mendesak Kapolri untuk memberi perintah tegas kepada Kapoldasu agar memproses Amut secara hukum dan menutup permanen Studio 21,” ungkap Henderson.
Ia menilai bahwa pembiaran seperti ini dapat mencoreng marwah kepolisian dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
“Jika proses hukum dilanjutkan, pemilik tempat berpotensi dijerat dengan beberapa pasal bila terbukti secara sah dan meyakinkan di pengadilan.” ujar Henderson
UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Pasal 131) Setiap orang yang mengetahui tetapi tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika dapat dipidana, (Pasal 55 dan 56 KUHP Turut Serta & Membantu) jika pemilik tempat dapat diproses jika terbukti turut serta, membiarkan, atau memberi kesempatan sehingga peredaran narkotika terjadi di tempatnya.
“Pasal 114, 112, 127 untuk pelaku langsung. meski lebih ditujukan untuk pelaku pengedar atau pengguna, namun dapat menjadi dasar pengembangan kasus oleh penyidik.
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,
mengatur kewajiban kepolisian untuk melakukan penegakan hukum tanpa diskriminasi,” ungkapnya
Selain itu ketua DPP KOMPI B Henderson Silalahi juga menyampaikan tentang Perda/Perizinan tempat hiburan., Jika ditemukan pelanggaran izin tempat hiburan dapat ditutup sementara/parmanen oleh pemerintah Daerah.
“Ini demi kepentingan masyarakat luas, Studio 21 sebaiknya ditutup permanen jika hasil pemeriksaan membuktikan adanya pelanggaran berat, khususnya terkait narkotika yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime),” katanya.
Diakhir penyampaian Henderson menyampaikan Publik menunggu kejelasan karena hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai alasan Studio 21 kembali beroperasi.
“Masyarakat dan lembaga sosial lainnya menunggu sikap tegas aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa kasus ini tidak menjadi preseden buruk mengenai adanya kebal hukum bagi pihak tertentu.” Pungkasnya.
( Tim DPP KOMPI B )













