Rokan Hulu — Polemik terkait rencana penabalan T. Afrizal Dachlan sebagai Raja Luhak Rambah semakin menghangat. Di tengah desakan sejumlah pihak yang mendorong Afrizal Dachlan segera ditabalkan, zuriyat Raja Luhak Rambah terakhir, Yang Dipertuan Besar (YDB) H. Tengku Saleh, menegaskan bahwa dirinya beserta keturunannya lebih berhak menduduki kursi Raja.
Melalui juru bicaranya, T. Andri Rahmana bin T. Rashmi, zuriyat H. Tengku Saleh menolak desakan tersebut dan menilai klaim penobatan Afrizal Dachlan hanyalah sepihak tanpa dasar kuat.
“Itu klaim sepihak, tidak bisa dipaksakan. Penetapan Raja hanya sah bila melalui musyawarah adat bersama zuriyat dan pucuk suku yang berhak,” tegas T. Andri dalam pernyataan tertulisnya.
Zuriyat YDB H. Tengku Saleh menegaskan beberapa poin penting:
1. Proses adat harus dijalankan sesuai aturan. Penabalan seorang raja tidak bisa dilakukan sepihak, melainkan melalui musyawarah adat resmi yang melibatkan keluarga kerajaan yang sah berdasarkan silsilah keturunan.
2. Klaim harus berbasis data sah. Setiap upaya penabalan wajib didukung dokumen resmi, silsilah genealogis, dan dasar hukum adat yang jelas.
“Kami melihat ada kesan pemaksaan kehendak dan intervensi yang justru merendahkan adat serta mengabaikan hak zuriyat yang sah,” lanjut T. Andri.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga marwah adat Rambah dengan duduk bersama di forum resmi adat, agar keputusan yang diambil memiliki legitimasi kuat serta dapat diterima semua pihak.
T. Omar Krisna, cucu dari Raja Luhak Rambah terakhir YDB H. Tengku Saleh, turut bersuara. Ia meminta Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Rohul berperan aktif dalam mencari solusi atas polemik yang terjadi.
“Kami berharap LAMR Rohul hadir dan menyikapi polemik ini sesuai pranata adat. Saya sendiri menyimpan tarombo, stambok, dan dokumen resmi kerajaan Luhak Rambah,” ujar Omar.
Panglimo Porang LAMR Rohul, Dt. Hardizon Said S.Si., Apt., atau akrab disapa Dt. Econ, menilai persoalan ini tidak boleh diselesaikan dengan tergesa-gesa.
Menurutnya, penentuan siapa yang berhak ditabalkan sebagai Raja Luhak Rambah harus mengacu pada Hak Kebesaran Luhak Rambah, khususnya Pasal LXXII (72), yang menegaskan pedoman silsilah, zuriyat, stambok, atau tarombo turun-temurun sebagai landasan utama.
“Kembalikan saja ke petunjuk silsilah yang sah. Semua pihak harus menahan diri dan mengutamakan musyawarah adat resmi,” jelas Dt. Econ.
Ia juga berjanji akan segera melaporkan perkembangan polemik ini kepada Ketua DPH dan MKH LAMR Rohul agar dapat ditindaklanjuti sesuai aturan adat yang berlaku.