Nias Selatan — Peristiwa keributan yang terjadi saat kegiatan penjaringan pengurus Koperasi Merah Putih di Desa Amorosa, Kecamatan Ulunoyo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, kini menjadi sorotan publik. Sejumlah media online menurunkan pemberitaan yang dinilai menyudutkan pihak Pemerintahan Desa Amorosa, seolah-olah perangkat desa telah melakukan kekerasan terhadap salah satu peserta yang hadir, yakni seorang yang mengaku wartawan bernama Fatinaso Buulolo (FB).
Kericuhan terjadi saat agenda resmi penjaringan pengurus koperasi yang dihadiri oleh perangkat desa dan masyarakat setempat. Suasana yang awalnya kondusif berubah tegang ketika seorang warga bernama Sekhiato Halawa mempertanyakan kehadiran oknum yang mengaku wartawan di lokasi acara. Ia meminta agar yang bersangkutan menunjukkan identitas resmi seperti kartu pers dan surat tugas. Pertanyaan itu ternyata membuat Fatinaso Buulolo tersinggung, hingga diduga menyerang Sekhiato secara fisik, memicu keributan yang makin meluas.
Namun, dalam pemberitaan beberapa media online, peristiwa ini justru digambarkan secara berbeda. Sebagian besar narasi menyudutkan pihak perangkat desa seolah menjadi pelaku utama kekerasan terhadap Fatinaso Buulolo. Padahal menurut sejumlah saksi mata dan keterangan resmi dari pemerintah desa, insiden itu dipicu oleh Fatinaso sendiri yang tidak terima dipertanyakan legalitasnya sebagai jurnalis.
Sekretaris Desa Amorosa, Lukas Buulolo, mengecam keras pemberitaan sepihak tersebut. Ia menyampaikan bahwa pihak pemerintah desa sama sekali tidak terlibat dalam kekerasan seperti yang diberitakan. “Kami memberikan klarifikasi bahwa justru Fatinaso yang mulai memicu keributan. Setiap kali ada pertemuan desa, beliau sering merasa paling berkuasa, seolah-olah ‘bertaring’ atas nama jurnalis. Kami juga sudah mengonfirmasi bahwa namanya tercantum di box redaksi salah satu media, namun sikap dan tindakannya tidak mencerminkan profesionalitas sebagai wartawan,” tegas Lukas.
Kepala Desa Amorosa, Asaeli Halawa, turut membenarkan pernyataan Sekdes. Ia menjelaskan bahwa versi kronologi yang disampaikan Fatinaso kepada media sangat tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. “Saudara kita Fatinaso ini yang memulai keributan. Ketika warga mempertanyakan ID pers-nya, dia justru menyerang warga itu. Tidak ada pengeroyokan, luka yang dialaminya pun bukan seperti yang digambarkan media, tidak separah itu,” ucap Asaeli.
Lebih lanjut Asaeli menjelaskan bahwa bukti-bukti visual kejadian, termasuk rekaman dan dokumentasi, masih disimpan oleh pihak desa dan dapat ditunjukkan apabila dibutuhkan. Ia menyayangkan pemberitaan media yang menurutnya tidak berimbang dan hanya mengandalkan satu sumber informasi tanpa konfirmasi lebih lanjut kepada pihak pemerintah desa.
Pihak desa juga menegaskan bahwa mereka tidak anti terhadap pers, namun mendesak agar wartawan yang meliput suatu kegiatan bersikap profesional dan transparan. “Silakan hadir sebagai wartawan, tapi tunjukkan identitas. Jangan merasa paling benar lalu menyulut keributan, kemudian menyalahkan pihak lain lewat media,” tutup Asaeli.
Insiden ini menjadi pengingat pentingnya etika jurnalistik dan peran media dalam menyampaikan informasi yang adil, akurat, dan tidak mengandung fitnah. Pemerintah Desa Amorosa juga berencana mengadukan pemberitaan yang dinilai mencemarkan nama baik mereka ke Dewan Pers atau pihak terkait sebagai bentuk klarifikasi dan perlindungan terhadap marwah institusi desa.