ROKAN HILIR – Dugaan praktik aliran dana tak wajar kembali mencuat di tubuh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Seorang pejabat yang mengaku bernama Asril Arif menyampaikan sejumlah keterangan mengejutkan terkait dugaan penerimaan dan penyerahan uang yang melibatkan beberapa nama penting, termasuk Bupati Rokan Hilir saat itu, Afrizal Sintong. Rabu 23 Juli 2025.
Dalam pernyataannya, Asril Arif mengungkap bahwa pada tahun 2023, dirinya pernah menyerahkan uang sebesar Rp350 juta kepada Khotib, yang disebut sebagai adik kandung Bupati Afrizal Sintong. Penyerahan itu dilakukan pada malam hari di depan kantor BPKAD Rokan Hilir, dan disaksikan oleh seorang sopir bernama Safrizal. Uang tersebut, menurut Asril, diserahkan atas perintah langsung dari Afrizal Sintong.
Tak hanya itu, Asril juga mengaku pernah menerima uang tunai sebesar Rp650 juta dari Mariya Ulfa. Meski tak mengingat tanggal pastinya, ia menyebut bahwa uang itu juga atas arahan dari Bupati Afrizal Sintong. Dari jumlah tersebut, Rp600 juta ia serahkan kepada Nanda, ajudan pribadi Bupati, di belakang RSUD dr. RM Pratomo, tepat di depan Lapas Kelas II Bagansiapiapi. Sementara Rp50 juta sisanya diserahkan kepada Hasian Harahap, Sekretaris Dinas Pendidikan Rokan Hilir, di depan IP Plaza Bagansiapiapi dan disaksikan oleh sopir Kadisdik bernama Samsudin.
Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Dinas Pendidikan Rokan Hilir, Asril juga mengakui pernah menerima uang sebesar Rp100 juta dari Mariya Ulfa. Dana tersebut disebut sebagai biaya operasional untuk keperluan turun ke lapangan seperti uang jajan, makan, dan minum. Uang itu diterima oleh sejumlah pejabat teknis yakni Hajul (PPTK), Sefrijon (Pelaksana), dan Mariya Ulfa selaku Bendahara.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak-pihak yang disebutkan, termasuk Afrizal Sintong dan Dinas Pendidikan Rohil. Dugaan ini berpotensi menyeret nama-nama besar dalam lingkaran kekuasaan daerah dan patut menjadi perhatian aparat penegak hukum.
Jika informasi ini benar, maka tindakan-tindakan yang dilakukan dapat mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi, suap, atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Publik menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, atau Kepolisian, guna mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini demi tegaknya keadilan dan transparansi di tubuh pemerintahan.(tim)