Sei Pagar, Kampar Kiri Hilir – Di balik tembok lusuh yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak yatim, tersimpan kisah getir yang membuat hati siapa pun mencelos. Panti Asuhan Aulia Al Ikhlas, di Desa Sungai Pagar, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, diduga bukan lagi tempat kasih dan pengasuhan — melainkan ladang penyelewengan bantuan dan penindasan anak-anak yatim.
Air mata pun pecah ketika beberapa anak dan warga sekitar akhirnya berani buka suara kepada awak media, Senin (3/11/2025). Mereka bercerita dengan suara lirih dan geram, tentang kelaparan anak di panti, dan di beri hukuman, ketidakadilan yang dialami di balik tembok Panti Aulia Al Ikhlas.
“Kami pernah nggak dikasih makan seharian, katanya dihukum karena telat bangun subuh. Kadang cuma dikasih uang jajan dua ribu sehari,” ujar salah satu anak, dengan nada haru.
Anak-anak itu sering pulang sekolah dengan perut kosong, menahan lapar di bawah sorotan matahari sore. Harapan untuk mendapat kasih sayang dan pendidikan layak kini berganti menjadi ketakutan, tekanan, dan penderitaan.
Dari penelusuran awak media, jumlah anak asuh di panti kini hanya tersisa 10 orang – 4 perempuan dan 6 laki-laki. Namun, data penerima bantuan dari pemerintah dan donatur justru mencatat jumlah yang jauh lebih banyak.
Diduga kuat, nama anak dan cucu para pengurus dimasukkan ke daftar penerima agar dana bantuan tampak “tepat sasaran”.
“Kalau ada bantuan datang, nama anak-anak pengurus ikut dimasukin. Kami sering nggak kebagian makanan. Kadang kami mulung biar bisa makan,” ungkap salah satu anak dengan wajah sedih.
Nama Fatimah Harun (70) kini menjadi sorotan warga Sungai Pagar. Perempuan yang disebut sebagai kepala yayasan panti itu diduga menyelewengkan bantuan dan memperlakukan anak-anak asuh seperti budak.
Bahkan, ada dugaan ia menjual bantuan donatur untuk kepentingan pribadi.
Saat dikonfirmasi awak media, Fatimah memilih bungkam, bahkan sempat memohon agar kasus ini tidak diberitakan, menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
“Kalau benar ada penelantaran atau penyelewengan, itu bukan sekadar pelanggaran administrasi. Itu kejahatan kemanusiaan! Pemerintah harus turun tangan!” tegas salah seorang perangkat kelurahan Sungai Pagar Zulfadli.
Kesaksian warga sekitar makin menguatkan dugaan kelam ini.
Mereka sering melihat anak-anak panti mengais barang bekas di sore hari atau menumpang makan di rumah salah satu anggota polisi di Sungai Pagar.
Bahkan, ada yang menyebut panti ini lebih mirip penjara daripada tempat perlindungan dan juga ada anak sempat dipasung, dan anak tersebut dibawa oleh warga untuk melepas rantai kakinya ke tukang besi.
“Sudah beberapa kali pihak kelurahan menegur. Tapi tak pernah berubah. Panti ini seharusnya ditutup,” ujar seorang warga.
Lebih mengejutkan lagi, muncul kabar bahwa panti ini diduga dibekingi oleh seorang pengacara ternama asal Pekanbaru berinisial (By) Oknum tersebut bahkan disebut sempat mengeluarkan nada geram kepada awak media dan LSM yang mencoba menginvestigasi kasus ini, dan pengacara tersebut juga meminta sebuah KTA, dan juga awak media tanya balik, awak media ajak duduk bersama, pengacara tersebut sempat bantah besok aja, karna kalau sekarang sudah malam hari alasannya. Padahal masih jam 19:20 WIB.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Pemkab Kampar dan Dinas Sosial.
Di tengah gencarnya program kesejahteraan dan perlindungan anak, ternyata masih ada lembaga yang tega menindas anak yatim dan bahkan menganiaya cucu sendiri.
Kini, seluruh mata tertuju pada pemerintah dan aparat penegak hukum.
Apakah mereka berani membongkar tembok kebohongan ini?
Atau, kisah pilu ini kembali tenggelam bersama air mata anak-anak yang tak pernah sempat mengering?
📌 L/p: Isar Topankk
📷 Investigasi Lapangan | Sungai Pagar, Kampar













