Koto Lamo, Lima Puluh Kota — Kawasan Hutan Lindung yang berada di sepanjang Jalan Nagari Koto Lamo, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, diduga mengalami kerusakan parah akibat aktivitas penebangan. Hutan yang selama ini berfungsi sebagai benteng alami penahan longsor dan banjir itu kini dilaporkan berubah menjadi lahan terbuka.
Dugaan pembabatan hutan lindung tersebut memicu kekhawatiran serius di tengah masyarakat. Warga menilai kerusakan hutan akan berdampak langsung pada keselamatan permukiman, terlebih saat musim hujan tiba.
“Hutan ini satu-satunya benteng alami kami. Kalau sudah habis seperti ini, kami sangat khawatir terjadi longsor dan banjir yang bisa mengancam keluarga kami,” ujar salah seorang warga Koto Lamo kepada awak media, Rabu (17/12/2025).
Penebangan di kawasan hutan lindung ini dinilai tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Aktivitas tersebut dikhawatirkan menjadi pemicu bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Masyarakat bersama aktivis lingkungan pun mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.
“Kami meminta aparat dan pemerintah tidak tutup mata. Jangan menunggu jatuhnya korban jiwa baru ada tindakan. Hutan lindung ini harus dilindungi,” tegas seorang aktivis lingkungan di Kabupaten Lima Puluh Kota yang meminta namanya dirahasiakan.
Masih di hari yang sama, Rabu (17/12/2025), awak media berhasil menghubungi seorang oknum yang diduga bernama Risman, selaku Wali Nagari Koto Lamo. Dalam keterangannya, ia mengakui adanya penebangan kayu di kawasan tersebut.
“Kayu itu untuk jembatan, memperbaiki jembatan. Itu gotong royong masyarakat dan pemuda, tapi kayunya diambil dari Lubuk Alai,” ucapnya.
Saat ditanya lebih lanjut terkait dugaan pembalakan liar di kawasan hutan lindung, ia kembali menyatakan:
“Pembalakan liar itu untuk mencari kayu kecil memperbaiki jembatan.”
Namun, ketika awak media mempertanyakan apakah dibenarkan masyarakat melakukan penebangan di kawasan hutan lindung, yang secara hukum memiliki status perlindungan ketat, oknum Wali Nagari tersebut tidak memberikan jawaban tegas.
“Sebentar lagi ya, saya sedang di jalan,” ujarnya singkat sebelum menutup sambungan telepon.
Upaya konfirmasi lanjutan kembali dilakukan awak media melalui sambungan telepon dan WhatsApp pribadi miliknya. Namun hingga berita ini diterbitkan, Wali Nagari Koto Lamo belum memberikan jawaban maupun klarifikasi resmi.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan kerusakan lingkungan di Sumatera Barat. Publik kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk memastikan apakah telah terjadi pelanggaran hukum di kawasan hutan lindung, serta siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
Warga berharap penanganan tidak berhenti pada pengakuan lisan semata, melainkan berujung pada penegakan hukum yang adil demi menjaga kelestarian hutan dan keselamatan masyarakat.
Bersambung…
Tim
Sumber: DPP AMI
Editor : Wahyu













