Bagansiapiapi, — Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menuntut pengembalian segera atas 11 unit kendaraan dinas yang hingga kini masih dikuasai oleh Afrizal Sintong, S.IP., M.Si., Bupati Rokan Hilir periode 2021–2025. Data resmi menunjukkan total nilai kendaraan tersebut mencapai lebih dari Rp 7,56 miliar. Selasa 10 Juni 2025.
Hasil rekapitulasi yang diterbitkan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Rokan Hilir mencatat, kendaraan yang dimaksud merupakan aset negara yang semestinya telah dikembalikan setelah berakhirnya masa jabatan atau perubahan penugasan.
Dari 14 kendaraan yang tercatat pernah berada di bawah kendali Afrizal Sintong, hanya tiga unit yang telah dikembalikan. Sisa 11 unit lainnya masih dikuasai tanpa dasar hukum yang sah. Beberapa kendaraan tersebut di antaranya:
Toyota Fortuner 2.8 VRZ GR Sport (BM 1378 P) senilai Rp 703.500.000,-
Toyota Fortuner Diesel 4×2 A/T Attitude Black Mica (BM 1376 P) senilai Rp 545.000.000,-
Mitsubishi Pajero Sport 4×4 A/T (BM 38 P) senilai Rp 495.197.750,-
Honda CRV R558 RS Crystal (BM 1400 P) senilai Rp 640.000.000,-
Toyota Hilux Double Cabin 4×4 (BM 8216 P) senilai Rp 466.600.000,-
Tidak hanya itu, kendaraan juga diketahui dialihkan untuk keperluan ajudan pribadi (ADC), adik kandung, hingga tenaga ahli, tanpa proses serah-terima resmi kepada pemerintah daerah.
Ultimatum Pemkab: Kembalikan atau Diproses Hukum
Kepala BPKAD Rokan Hilir, H. Darwan, SE., M.Si, menegaskan bahwa Pemkab memberikan batas waktu untuk pengembalian seluruh kendaraan tersebut sebelum langkah hukum ditempuh.
> “Kendaraan-kendaraan itu adalah milik rakyat, milik Pemkab Rokan Hilir. Siapa pun yang sudah tidak menjabat, wajib mengembalikannya. Jika tidak diindahkan, kami akan ambil tindakan hukum tegas,” ujarnya di Bagansiapiapi, Senin (10/6).
Pemerintah menilai penguasaan kendaraan dinas di luar masa jabatan adalah bentuk penyalahgunaan aset daerah yang merugikan keuangan negara dan mencederai prinsip akuntabilitas publik.
Langkah ini juga mendapat sorotan dari sejumlah pihak, termasuk aktivis antikorupsi dan pengamat kebijakan publik yang mendesak agar kasus ini dijadikan momentum bersih-bersih aset dan transparansi dalam pengelolaan barang milik daerah.