Bagansiapiapi – Ketegangan tak terelakkan. Kantor PT SPRH Perseroda mendadak berubah jadi arena pertempuran kekuasaan pada Kamis (5/6/2025) siang. Dua kelompok dengan klaim legitimasi berbeda saling serang, bukan hanya argumen, tapi juga nyaris saling dorong. Aroma kudeta korporasi tercium tajam dari balik kaca kantor BUMD itu.
Sekitar pukul 12.15 WIB, dua sosok penting—Komisaris Pengawas Tiswarni dan Direktur Umum Rahmat Hidayat—datang dengan langkah pasti. Berbekal SK terbaru dari Bupati Rohil H. Bistamam, mereka berniat menghadiri rapat kerja yang dikabarkan dipimpin oleh “komisaris versi lama”, Agus Salim.
Namun langkah mereka terhenti. Bukan karena undangan tak valid, tapi karena Front Office sendiri berdiri bak benteng menghadang. Adu argumen pun meledak di depan pintu ruang rapat. Suara meninggi, tangan menunjuk-nunjuk, dan tatapan penuh kemarahan menghiasi konflik internal yang selama ini diduga hanya bisik-bisik belakang meja.
Dalam ruang rapat, kondisi makin panas. Tiba-tiba, Rugiantoro S.Pd, salah satu Pengawas yang masih loyal kepada pemegang saham lama (mantan Bupati), meledak bak petasan malam takbiran. “Apa ini?! RUPS dari mana?! Kami tidak pernah tahu menahu! Ini manipulasi!” serunya, berdiri dari kursi sambil menunjuk meja pimpinan.
Ia menuding bahwa tidak ada pemberitahuan resmi apapun soal perubahan komisaris. “Kami masih mengacu pada RUPS-LB terakhir di Pekanbaru. Itu sah! Sampai sekarang tidak ada satupun dokumen peralihan yang kami terima!” katanya dengan nada tinggi, sementara beberapa peserta rapat terlihat panik, bahkan ada yang diam-diam merekam suasana.
Di tengah kekisruhan, Rahmat Hidayat angkat bicara—tapi bukan untuk menenangkan. Justru ia memanaskan suasana. “Perintah RUPS-LB sudah turun dari Bupati tanggal 28 Februari 2025! Tapi Agus Salim menolak! Dia lawan instruksi pemegang saham!” ungkapnya, membuat beberapa orang langsung saling pandang, kaget dan tegang.
Agus Salim yang disebut-sebut, langsung berdiri dan memotong ucapan. “Saya bukan Bupati! Saya hanya mempertanyakan prosedur, bukan menolak!” sahutnya dengan nada keras. Suasana pun berubah gaduh. Suara tinggi bersahutan. Sekuriti terlihat mondar-mandir di luar ruang rapat, berjaga.
Tak cukup di situ, salah satu pengawas yang lain mengangkat isu hukum. Ia menegaskan bahwa segala keputusan serkuler harus melibatkan Komisaris Plt. “Pasal 91 soal serkuler sudah jelas! Tapi kami tak pernah diajak bicara. Ini bukan BUMD keluarga! Kami berhak tahu!” cetusnya lantang, disambut ketukan meja dan ucapan “Setuju!” dari beberapa peserta.
Tak pelak, suasana makin liar. Rapat kerja berubah jadi ajang saling tuduh, saling klaim legalitas, bahkan saling singkir. Di luar ruang rapat, para wartawan yang sudah dikumpulkan oleh Rugiantoro menyimak seperti menyaksikan episode puncak dari drama perebutan tahta BUMD.
“Ini semua sudah tak sehat! Jangan bawa-bawa SK kalau prosedur tak jalan! Kami minta klarifikasi langsung dari pemegang saham, bukan perwakilan bayangan!” tegas Rugiantoro dalam konferensi pers dadakan yang digelarnya di lobi kantor, didampingi pengawas lain yang juga tampak murka.
—
Catatan: Kisruh ini menandai babak baru dari perang dingin yang selama ini tersembunyi dalam tubuh PT SPRH Perseroda. Pertanyaan besar kini menggantung di udara: siapa sebenarnya yang sah memimpin BUMD ini? Dan apakah kekuasaan di balik meja sedang mempermainkan institusi publik demi kepentingan politik?