ROKAN HILIR — Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sumber Daya Alam (SDA) kembali menjadi sorotan. Nama-nama yang disebut oleh tersangka As dalam proses penyidikan hingga kini belum juga diperiksa oleh aparat penegak hukum (APH). Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.
“Dalam kasus ini, beberapa nama yang disebut oleh tersangka As belum juga dipanggil hingga sekarang. Seperti ada pembiaran,” ujar sumber internal kepada media ini, Rabu (9/7/2025).
Sumber tersebut juga meyakini bahwa APH memiliki cukup dasar untuk menetapkan tersangka tambahan. Salah satu nama yang disorot adalah Syaiful Anwar, sosok yang dikenal publik sebagai Ketua KNPI sekaligus Direktur Utama SPBU milik anak usaha PT SPRH.
“Nama Syaiful Anwar cukup tenar. Dia bukan hanya Ketua KNPI, tapi juga Dirut SPBU anak usaha PT SPRH. Sementara PT SPRH itu sedang dalam pemantauan Kejati,” lanjutnya.
Diketahui, SPBU yang dipimpin oleh Syaiful Anwar juga tengah bermasalah dan viral di media sosial, diduga terkait pengelolaan yang tidak sesuai prosedur serta konflik kepentingan. Namun hingga kini, belum ada penindakan tegas atas dugaan tersebut.
Jika terbukti terlibat, pihak-pihak terkait dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Sementara Pasal 3 menyatakan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Publik kini mendesak APH untuk bersikap transparan dan profesional dalam menangani kasus ini. Penegakan hukum yang adil tanpa tebang pilih menjadi tuntutan masyarakat demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.