Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terkait pembebasan biaya pendidikan dasar di sekolah negeri maupun swasta. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib menjamin pendidikan dasar sembilan tahun—mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama atau sederajat—tanpa pungutan biaya, termasuk di sekolah swasta.
Gugatan ini diajukan oleh JPPI bersama tiga warga negara, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang dianggap membuka celah pungutan di sekolah swasta. Perkara ini terdaftar dengan nomor 3/PUU-XXII/2024.
Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya: Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, Arief Hidayat, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian; menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.
Dalam amar putusannya, MK memerintahkan pemerintah untuk menjamin pelaksanaan wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan dasar sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
“Tanpa adanya pemenuhan kewajiban negara dalam membiayai pendidikan dasar, maka akan menghambat warga negara dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk mengikuti pendidikan,” tegas Guntur.
Ia menambahkan bahwa selama ini fokus pembiayaan pendidikan dasar lebih banyak diarahkan ke sekolah negeri. Padahal, dalam kenyataan, banyak peserta didik menempuh pendidikan dasar di sekolah yang dikelola oleh masyarakat, seperti sekolah atau madrasah swasta.
MK juga mencatat bahwa sebagian sekolah swasta yang menerima bantuan anggaran pemerintah—melalui program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau beasiswa—masih mengenakan biaya kepada peserta didik. Sementara itu, ada pula sekolah swasta yang memilih tidak menerima bantuan pemerintah dan tetap memungut biaya penuh dari siswa.
Namun, MK menegaskan bahwa tidak serta-merta melarang sekolah swasta menarik biaya pendidikan. Mengingat keterbatasan anggaran negara, pengenaan biaya oleh sekolah swasta masih dimungkinkan. Meski demikian, MK menekankan bahwa sekolah swasta wajib menyediakan skema pembiayaan yang adil dan inklusif, agar tidak menghalangi akses anak-anak dari keluarga kurang mampu.
(Adr)