Example 728x250
Berita

Mafia Rokok Ilegal Merajalela di Rohil, Diduga Dibekingi Oknum Kuat

54
×

Mafia Rokok Ilegal Merajalela di Rohil, Diduga Dibekingi Oknum Kuat

Sebarkan artikel ini

Rokan Hilir — Peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai di Provinsi Riau, khususnya di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), kian marak dan semakin mengkhawatirkan. Aktivitas haram ini diduga kuat dikendalikan oleh mafia rokok ilegal yang dibekingi oleh sekelompok pihak berpengaruh, sehingga bisnis gelap tersebut leluasa beroperasi tanpa hambatan.

Pantauan di lapangan memperlihatkan bahwa aktivitas bongkar muat rokok ilegal kerap terjadi di sejumlah pelabuhan tidak resmi (pelabuhan tikus) di wilayah Rohil hingga di Pelabuhan Pelindo, Kota Dumai. Ironisnya, praktik ilegal ini seolah luput dari pengawasan aparat penegak hukum.

Jumat (10/4/2025), tim investigasi media ini berhasil menghimpun informasi bahwa lokasi favorit sindikat ini adalah di bawah Jembatan Pedamaran 1 (wilayah hukum Polsek Bangko) dan Jembatan Pedamaran 2 (wilayah hukum Polsek Pekaitan). Kegiatan tersebut diduga sudah berlangsung lama, bahkan menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat setempat.

Beberapa narasumber yang ditemui di lapangan menyebutkan bahwa rokok ilegal tersebut disebut-sebut milik seorang “Big Bos” berinisial Tongs**g. Barang-barang selundupan ini didistribusikan secara bebas hingga ke jantung Ibukota Bagansiapiapi, yang umumnya berasal dari pelabuhan tikus di aliran Sungai Rokan, tepatnya di kawasan Pedamaran dan Labuhan Tangga.

Berdasarkan informasi yang diterima, sindikat Big Bos Tongs**g ini disebut memiliki empat wilayah kerja utama, yaitu:

1. Tembilahan — rokok dan minuman,

2. Siak — rokok dan minuman,

3. Dumai — sembako,

4. Rohil — kain bal dan rokok.

Perputaran aktivitas ini cukup fleksibel. Jika di satu wilayah terjadi peningkatan pengawasan atau “panas,” maka distribusi akan dialihkan ke wilayah lain seperti Rohil, Dumai, atau Siak.

Rokok ilegal dari berbagai merek ini umumnya dikirim menggunakan jalur laut dan dibawa masuk ke daratan menggunakan truk cold diesel, dengan kapasitas pengiriman mencapai tujuh unit truk dalam sekali jalan. Dalam sebulan, sindikat ini diperkirakan melakukan delapan kali pengiriman.

Dari hasil investigasi, diketahui bahwa barang milik Tongs**g dikelola oleh sejumlah ‘oknum’ yang juga bertanggung jawab mengawal barang saat proses distribusi. Pengiriman dilakukan menggunakan berbagai jenis kapal, tergantung pada jenis barang. Untuk rokok, minuman keras, dan narkoba jenis SS, sindikat ini memanfaatkan kapal cepat atau kapal ‘hantu.’ Sedangkan barang berupa kain bal, sepatu, dan tas (monja) diangkut menggunakan kapal kayu berukuran besar. Ketika kapal bersandar, barang selundupan dipindahkan ke ponton untuk mempermudah bongkar muat.

Proses pengawalan dijalankan oleh oknum yang dilengkapi perlengkapan memadai, termasuk kendaraan pribadi, dan biasanya melibatkan tenaga kerja asal Timur Indonesia.

Tim investigasi juga menemukan bahwa setiap kali proses bongkar muat, untuk rokok bisa mencapai 6-10 unit truk per pengiriman, sedangkan untuk barang bal-bal bisa mencapai 20 unit truk. Jadwal pengiriman juga terpantau teratur: dalam seminggu, rokok dan minuman masuk sebanyak tiga kali, sedangkan bal-bal sekitar tiga kali dalam sebulan.

Menariknya, nama ‘Jk’ mencuat sebagai pengatur logistik di lapangan. Jk diketahui merupakan anak dari mantan penghulu di wilayah Ud, dan diduga memiliki peran sentral dalam mengatur dan mengkondisikan kelancaran aktivitas ilegal ini. Puluhan hingga ratusan warga dari Pedamaran dan Labuhan Tangga bahkan turut dipekerjakan untuk bongkar muat dengan bayaran Rp250.000 hingga Rp300.000 per orang untuk sekali kegiatan.

Melihat masifnya peredaran rokok ilegal ini, tim investigasi media mendesak aparat penegak hukum (APH) dan dinas terkait untuk segera mengusut tuntas jaringan mafia rokok ilegal di Rohil, termasuk menindak tegas oknum-oknum yang diduga terlibat dalam melancarkan aktivitas haram ini.

Sebagai pengingat, dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, diatur bahwa:

Pasal 54 menyebutkan: “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai tanpa pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya dipidana dengan penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun, serta denda minimal dua kali dan maksimal sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Pasal 56 menyatakan: “Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana dikenakan pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun serta denda dua hingga sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

(Tim/Red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *