Example 728x250
Berita

Kepsek SDN 012 Keritang Hulu Diduga Selewengkan Dana Bos Hingga Ratusan Juta

6
×

Kepsek SDN 012 Keritang Hulu Diduga Selewengkan Dana Bos Hingga Ratusan Juta

Sebarkan artikel ini

KERITANG HULU — Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SDN 012 keritang Hulu Kecamatan kemuning kembali menjadi sorotan publik. Terungkap adanya dugaan penyimpangan dalam laporan pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan, yang dinilai tidak transparan dan diduga fiktif. Kuat dugaan ada penyeelewengan Dana Bos Ratusan juta rupiah oleh pihak sekolah.

Untuk diketahui, total dana BOS yang dikelola SDN 012 selama dua tahun terakhir (2023–2024) mencapai lebih dari Rp1 miliar, dengan rincian anggaran Rp 513.240.000 juta per tahun.

Hasil penelusuran dan konfirmasi media ini kepada pihak sekolah dan Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan, yang justru berujung pada sikap tertutup serta enggan memberikan data dasar jumlah siswa, guru PNS, maupun guru honor.

Dana BOS Reguler merupakan program Pemerintah Pusat melalui Dana APBN dan APBD nonfisik yang wajib dikelola sekolah secara mandiri, akuntabel, dan sesuai juknis (petunjuk teknis) yang diatur Kementerian Pendidikan. Namun, di SDN 012, sejumlah item kegiatan yang seharusnya dilaporkan secara terbuka, justru memunculkan pertanyaan publik.

Beberapa pos penggunaan dana yang dipertanyakan masyarakat dan tidak mendapat jawaban dari pihak sekolah antara lain. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB),Pengembangan Perpustakaan/Pojok Baca, Evaluasi Pembelajaran dan Asesmen, Langganan Daya dan Jasa/Pengadaan ATK dan Publikasi, Pemeliharaan Sarpras, Honor Guru dan Tenaga Kependidikan, dan Penyediaan Multimedia Pembelajaran

Kepala Sekolah (Kepsek) SDN 012 Amirudin saat dikonfirmasi media via telepon WhatsApp, Sabtu, 2 Agustus 2025, terkesan enggan menjawab. Yang bersangkutan malah mengatakan, “datang aja ke sekolah, kalau mau tau,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun rincian anggaran atas kegiatan-kegiatan tersebut yang dibuka ke publik, termasuk jumlah nominal yang digunakan.

Korwil Pendidikan Keritang hulu Kemuning, kabupaten Indragiri Hilir Inhil , juga tidak membuahkan hasil. Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp dan telepon, yang bersangkutan menolak memberikan keterangan. “Mohon maaf pak, saya nggak enak kasih nomor HP. Minta ke Disdik sama Bu Teteh aja ,atau langsung ke sekolah,” ujarnya di hari yang sama.

Saat ditanya berapa jumlah siswa, guru PNS, dan guru honor di SDN 012, pihak Korwil kembali menghindar, “saya nggak hapal pak. Ke sekolah aja langsung jumpai yang bersangkutan, agar akurat,” katanya.

Ironisnya, ketiga pertanyaan dasar itu jumlah siswa, guru PNS, dan guru honor yang seharusnya mudah diakses publik, tak dijawab sama sekali.

Minimnya respons serta saling lempar tanggung jawab antara pihak sekolah dan Korwil menimbulkan dugaan kuat adanya hubungan tidak etis dalam pengelolaan dana BOS. Koordinator wilayah seharusnya menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap satuan pendidikan di wilayahnya, bukan justru menghindar dari permintaan transparansi publik.

Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, pola pengeluaran dan pelaporan BOS SDN 012 selama dua tahun terakhir menunjukkan adanya indikasi mark-up kegiatan, serta pemalsuan dokumen SPJ untuk kebutuhan pertanggungjawaban administrasi.

Lembaga pemerhati pendidikan dan masyarakat sipil di keritang hulu mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Indragiri Hilir serta Inspektorat Daerah untuk segera melakukan audit terhadap penggunaan dana BOS di SDN 012.

“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi potensi korupsi. Harus diaudit dan diumumkan ke publik,” ujar seorang aktivis pendidikan lokal.

Publik berhak tahu ke mana arah dana BOS yang notabene berasal dari keuangan negara untuk mencerdaskan anak bangsa. Keterbukaan informasi publik di lembaga pendidikan, terutama terkait dana BOS, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Kasus SDN 012 menjadi gambaran potret buram manajemen sekolah yang masih tertutup terhadap prinsip akuntabilitas dan partisipasi publik. Bila dibiarkan, praktik seperti ini dapat menciptakan budaya permisif terhadap penyimpangan anggaran pendidikan sesuatu yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam membangun generasi masa depan. (M)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *