Rokan Hilir – Satu unit alat berat jenis ekskavator milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hilir dilaporkan hingga kini masih dikuasai oleh mantan Bupati Afrizal Sintong. Informasi ini dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Konstruksi Kabupaten Rokan Hilir, Redison, saat diwawancarai oleh Wahana News, Selasa (20/6/2025).
Menurut Redison, ekskavator tersebut diketahui berada dalam kondisi terendam di lahan pribadi milik Afrizal Sintong yang terletak di sekitar wilayah operasional PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di wilayah Duri, Provinsi Riau.
“Memang sempat ada wacana untuk mengembalikan alat tersebut, namun hingga sekarang tidak pernah terealisasi. Terakhir kami menerima informasi bahwa ekskavator itu sudah dalam keadaan terpuruk atau tenggelam,” ujar Redison.
Ia juga mengungkapkan bahwa Pemkab Rokan Hilir mengalami kendala pendanaan untuk melakukan evakuasi alat berat tersebut. Sehubungan dengan hal itu, Wakil Bupati terpilih, Jhonny Charles, telah mengirimkan surat permohonan bantuan kepada PT PHR. Hal ini dilakukan karena perusahaan tersebut dinilai memiliki alat berat berupa crane yang dapat digunakan untuk proses evakuasi, dan lokasi ekskavator berada di sekitar wilayah operasional mereka.
Penguasaan aset milik negara oleh pihak yang tidak berwenang, dalam hal ini mantan pejabat daerah, berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan dalam jabatan atau penyalahgunaan wewenang.
Hal ini diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain dan yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Selain itu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Keberadaan aset milik daerah di lahan pribadi juga melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.