Example 728x250
Berita

Dugaan Penyimpangan Dana Desa dan Biaya SKT di Koto Garo: Warga Desak Kementrian Desa Bertindak

15821
×

Dugaan Penyimpangan Dana Desa dan Biaya SKT di Koto Garo: Warga Desak Kementrian Desa Bertindak

Sebarkan artikel ini

(Foto Ilustrasi) 

Tapung Hilir – Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemberantasan korupsi semakin menjadi prioritas utama. Presiden Prabowo menegaskan bahwa seluruh jajarannya harus bekerja secara profesional, transparan, dan maksimal demi kemajuan Indonesia.

Sejalan dengan komitmen tersebut, tim investigasi awak media menemukan dugaan penyimpangan penggunaan Dana Desa di Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau. Selain itu, tim juga menerima laporan terkait biaya pembuatan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dinilai tidak wajar di desa tersebut.

Tim investigasi segera turun ke lapangan untuk menggali informasi lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelusuran, Penjabat (Pj) Kepala Desa Koto Garo, Ir. Maulana Siregar, dan Sekretaris Desa (Sekdes), Aan, diduga terlibat dalam penyalahgunaan anggaran Dana Desa hingga ratusan juta rupiah. Beberapa proyek yang seharusnya dikerjakan ditemukan tidak sesuai laporan anggaran, bahkan diduga fiktif.

Total anggaran Dana Desa yang dikucurkan untuk Desa Koto Garo pada Tahun Anggaran (TA) 2024 mencapai Rp 1.457.630.000. Namun, sejumlah item kegiatan dalam laporan penggunaan anggaran dinilai tidak masuk akal, dengan indikasi penggelembungan (markup) yang signifikan.

Berikut beberapa rincian anggaran yang menjadi sorotan:

Pembangunan/Rehabilitasi Prasarana Jalan Desa – Rp 134.108.000

Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader Posyandu) – Rp 1.500.000

Pembangunan/Rehabilitasi Sarana Posyandu/Polindes/PKD – Rp 8.220.000

Pembangunan/Rehabilitasi Sarana Posyandu/Polindes/PKD (Tambahan) – Rp 207.044.000

Pembangunan/Peningkatan Jalan Lingkungan/Gang – Rp 90.790.500

Keadaan Mendesak – Rp 153.000.000

Peningkatan Produksi Peternakan (Alat Produksi, Kandang, dll.) – Rp 132.329.000

Pelatihan/Penyuluhan Pemberdayaan Perempuan – Rp 12.980.000

Namun, berdasarkan investigasi di lapangan, banyak item kegiatan yang diduga tidak terealisasi dengan baik. Bahkan, terdapat indikasi bahwa beberapa proyek bersifat fiktif dan anggaran tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Selain dugaan penyimpangan Dana Desa, warga juga melaporkan bahwa selama kepemimpinan Ir. Maulana Siregar sebagai Pj Kepala Desa, biaya pembuatan Surat Keterangan Tanah (SKT) di Desa Koto Garo mencapai Rp 2.000.000 per surat.

Warga menilai tarif ini sangat memberatkan, mengingat SKT merupakan dokumen penting yang diperlukan dalam kepemilikan tanah. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa biaya tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan tarif normal di daerah lain.

“Kami merasa terbebani dengan biaya pembuatan SKT yang sangat mahal. Seharusnya pemerintah desa memberikan kemudahan kepada masyarakat, bukan justru membebani dengan biaya yang tidak wajar,” ujar warga.

Warga Desa Koto Garo berharap aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan untuk mengaudit dan mengusut dugaan penyimpangan ini. Seorang warga yang menjadi narasumber menyatakan bahwa Pj Kades Ir. Maulana Siregar dan Sekdes Aan harus segera diperiksa karena diduga kuat telah menyalahgunakan anggaran desa dan melakukan pungutan liar dalam penerbitan SKT.

“Kami butuh kejelasan dan keadilan. Anggaran desa harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu,” tegas warga lainnya.

Sampai berita ini diterbitkan, Ir. Maulana Siregar dan Aan belum memberikan klarifikasi. Tim investigasi masih mengumpulkan bukti-bukti tambahan untuk memperkuat laporan.

Jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pungutan liar, Ir. Maulana Siregar dan Aan dapat dijerat dengan Undang-Undang yang berlaku, di antaranya:

1. UU No. 40 Tahun 2008 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pengawasan Keuangan Negara.

2. UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Peraturan No. 1 Tahun 2020 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, yang mengatur pidana bagi pejabat yang melakukan pungutan liar.

Masyarakat berharap kasus ini segera ditindaklanjuti agar Dana Desa digunakan sesuai dengan peruntukannya, dan agar pembuatan SKT kembali terjangkau bagi warga.

(Bersambung…)

(Red/Tim Investigasi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *