Tembilahan, Riau – Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) diduga mengalami kerugian atas penyewaan aset tanah milik daerah yang berlokasi di kawasan strategis Dermaga Parit 21, Kelurahan Tembilahan Hilir. Dugaan penyimpangan muncul setelah terungkap bahwa aset tanah seluas 600 meter persegi yang dikelola Dinas Perhubungan Inhil disewakan kepada PT CBS dengan nilai retribusi hanya sebesar Rp18 juta per tahun.
Sesuai dokumen yang tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) Dinas Perhubungan, tanah tersebut termasuk ke dalam aset daerah yang seharusnya dikelola secara transparan dan sesuai ketentuan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2024 tentang Tarif Pemanfaatan Kekayaan Daerah. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sejumlah kejanggalan serius dalam proses penetapan nilai retribusi dan pengelolaan aset tersebut.
Pertama, tidak terdapat dokumentasi resmi atas pengukuran luas tanah 600 m² yang menjadi dasar perhitungan tarif retribusi. Padahal, pengukuran fisik merupakan elemen penting untuk menentukan nilai pemanfaatan aset milik daerah secara akurat dan adil.
Kedua, tarif retribusi sebesar Rp30.000 per meter persegi per tahun yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan dinilai tidak memiliki dasar penjelasan yang memadai. Tarif tersebut justru mengacu pada ketentuan zona II yang berlaku bagi aset milik Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), bukan untuk aset yang tercatat di Dinas Perhubungan. Hal ini memunculkan dugaan bahwa penetapan tarif dilakukan tanpa koordinasi dan tanpa mengacu pada prosedur resmi sebagaimana diatur dalam regulasi daerah.
Ketiga, Dinas Perhubungan juga tidak melakukan koordinasi dengan BKAD terkait penetapan nilai sewa maupun pengawasan terhadap pemanfaatan aset. Akibatnya, tanah seluas 600 meter persegi di kawasan Pelabuhan Parit 21 yang digunakan oleh PT CBS tidak tercatat dalam daftar resmi objek pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) tahun anggaran 2024. Kondisi ini membuka potensi kebocoran pendapatan daerah dan menimbulkan dugaan adanya pihak-pihak yang diuntungkan secara sepihak.
Ketua DPD Lembaga Investigasi dan Pengawasan Aset (INPEST) Kabupaten Indragiri Hilir, Syahwani S.Kom, CLA, menyoroti keras dugaan kejanggalan ini. Ia menilai tidak logis bila perusahaan sebesar PT CBS hanya menyewa lahan seluas 600 meter persegi dengan tarif yang relatif murah, terutama di wilayah strategis seperti Pelabuhan Parit 21.
“Tidak mungkin sekelas PT hanya menyewa lahan 600 meter persegi dengan ukuran 25×25 di kawasan pelabuhan. Ini wilayah bernilai tinggi secara ekonomi. Dugaan kuat ada pihak yang bermain dan mengambil keuntungan di balik penyewaan aset ini,” tegas Syahwani.Minggu (26/10/2025)
Lebih lanjut, Syahwani mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Inhil dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti dugaan maladministrasi tersebut. Ia menilai praktik semacam ini tidak hanya merugikan kas daerah, tetapi juga mencoreng prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
“Publik menunggu ketegasan Pemda dan aparat hukum untuk mengusut tuntas penyimpangan ini. Jangan sampai aset daerah dijadikan ladang keuntungan pribadi,” ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut pengelolaan aset strategis daerah yang seharusnya memberikan manfaat maksimal bagi pendapatan asli daerah (PAD). Jika benar terjadi pelanggaran prosedur dan kelalaian administrasi, maka Pemda Inhil berpotensi kehilangan pendapatan signifikan, sementara citra pemerintah daerah dalam pengelolaan kekayaan negara ikut tercoreng.
Masyarakat kini menanti langkah tegas Pemkab Inhil untuk melakukan audit menyeluruh, memverifikasi ulang status dan luasan tanah yang disewakan, serta memastikan setiap rupiah retribusi benar-benar masuk ke kas daerah sesuai peraturan yang berlaku.













