Bengkalis – Dukungan terus berdatangan, kali ini Ketua DPW LSM GNRI Andi Saputra didampingi Sekwil nya, Gito Sumarno, datang ke lokasi lahan di kawasan D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, kian menyingkap aroma permainan busuk para mafia tanah. Setelah sebelumnya muncul laporan intimidasi, perusakan kebun sawit, hingga jual beli lahan ilegal yang berujung pada kriminalisasi 2 warga, kini terungkap dugaan lebih serius: Barang Milik Negara (BMN) berupa Tanah yang di kelola Pertamina Hulu Rokan (PHR) diduga diperjualbelikan secara terang-terangan oleh oknum tertentu menggunakan surat ulayat atau adat palsu.
“Bahwa dugaan praktik tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan bentuk penyerobotan aset negara. Tanah D.30 adalah wilayah operasional Pertamina Hulu Rokan (PHR). Jika ada pihak yang mengaku memiliki atau menjual lahan di sana dengan dalih surat ulayat, itu jelas pelanggaran serius. Negara tidak boleh diam,” tegas Andi Saputra, Senin, (3/12/2025).
Andi menuturkan, modus yang digunakan sindikat ini sudah sangat sistematis, dimulai dari penguasaan lahan, perusakan kebun sawit warga, hingga penerbitan surat tanah adat atau ulayat palsu untuk kemudian dijual ke pihak lain. Oknum-oknum ini bekerja rapi. Mereka intimidasi warga, rusak kebun, lalu ‘cuci tangan’ dengan menjual surat palsu seolah-olah sah. Padahal itu tanah negara, tanah Pertamina. Ini bukan masalah kecil, ini perampasan aset negara,” ujarnya dengan nada tegas.
Andi juga menyampaikan sejumlah data dan fakta lapangan yang memperkuat dugaan adanya praktik jual beli ilegal di kawasan tersebut. Berdasarkan keterangan resmi yang diterima timnya, selama hampir 30 tahun, kawasan D.30, Desa Bumbung, telah dikuasai dan digarap warga tanpa pernah ada klaim kepemilikan dari pihak manapun. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada dasar hukum atau bukti sah atas kepemilikan individu maupun kelompok di wilayah tersebut.
12 Fakta Dugaan Sindikat Mafia Tanah diantaranya :
1. Tanah seluas ratusan ha tersebut, merupakan Barang Milik Negara (BMN) berupa Tanah yang mana PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di tunjuk negara sebagai pemegang hak kelola penuh untuk mengeksplorasi kekayaan alam yang terkandung di dalam nya berupa Minyak/Gas.
2. Sebelumnya ada sengketa antara Buyung Nahar dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) di MA. Putusan inkrah menolak gugatan penggugat (Buyung Nahar) untuk seluruh nya, dan Buyung Nahar di pidana dengan tuduhan pemalsuan dokumen.
3. Pada sekitar tahun 1996, awal mulai berdatangan penggarap yang hingga kini mencapai lebih dari 120 KK dan menanam kelapa sawit sebagai sumber kehidupan mereka dan tinggal di lokasi tersebut dengan sebagian memiliki identitas kependudukan.
4. Pihak Pemerintah Desa Bumbung dan Desa Harapan Baru menyatakan tanah tersebut merupakan aset dan area operasional Pertamina Hulu Rokan (PHR), sehingga pihak Desa tidak pernah mengeluarkan surat apapun dokumen terkait status dan atau keterangan terkait kepemilikan tanah di kawasan D.30. Pihak desa memahami dengan jelas bahwa wilayah tersebut merupakan aset dan area operasional PHR yang berstatus tanah negara.
5. Pihak BPN Bengkalis melalui Pejabat Fungsional Wahyu Okta mengatakan, pihaknya selalu berkoordinasi baik dengan Kepala Desa Bumbung dan Kepala Desa Harapan Baru, khususnya terkait area operasional PHR yang berstatus tanah negara. Tak hanya itu, dia mengakui banyak beredar dugaan oknum yang memperjual belikan tanah milik negara dengan mengunakan Surat Adat Tanah Ulayat. Menurutnya, Hak Ulayat yang asli diakui dan diberi perlindungan hukum oleh negara berbentuk SK Gubernur atau Bupati terhada Tanah Adat kepada Pemangku Adat setempat, tentunya memiliki kantor dan pengurus yang jelas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Keterangan dari Pihak Desa dan Pihak BPN Bengkalis, tak seorang pun ada yang mengajukan permohonan Hak Ulayat dan peningkatan status kepemilikan di Desa Bumbung di lokasi Kampung D. 30 yang merupakan area operasional PHR yang berstatus tanah negara tersebut. “Apabila ada masyarakat menemui saya hendak membeli lahan di Kampung D.30, sebisa mungkin saya sarankan agar tidak membeli lahan di lokasi tersebut. Namun kalau masih tetap membeli, arti nya dia siap menanggung segala resiko di kemudian hari. Selama saya menjabat, saya belum pernah dan tidak akan pernah menerbitkan Surat dalam bentuk apapun di lokasi tersebut” tegas Amiruddin, S.H., M.H
7. Banyaknya korban yang diduga menjadi korban para oknum mafia tanah yang pengaduan atau laporannya tidak diterima oleh pihak kepolisian. Dengan alasan Polisi Daerah Riau tidak bisa terlibat menangani perkara tersebut dikarenakan perkara tersebut merupakan ranah Hukum Adat. Sebagian pengaduan yang terlanjur telah diterima di Polsek Mandau, tidak ada tindak-lanjut atau penanganan serius. Hal ini mengakibatkan para terduga oknum-oknum bebas melakukan aksinya.
8. Sekitar sejak bulan September 2024 lalu hingga kini, ada beberapa oknum yang mengaku-ngaku pemilik tanah berdasarkan Surat Adat Tanah Ulayat, datang menumbang pohon kelapa sawit sekitar 80 ha yang telah dikelola warga. Mereka merusak dengan cara menggunakan alat berat excavator, lalu diduga melakukan intimidasi.
9. Pada sekitar bulan Mei 2025, pihak Polsek Mandau, Polres Bengkalis, dan Polda Riau menangkap terduga pelaku bersama dengan 1 alat berat excavator dibawa ke Polsek, 2 lagi di tahan dilokasi kegiatan excavator dengan cara diberi garis polisi (POLICE LINE), karena diduga melakukan perambahan lahan milik Pertamina yang berdekatan dengan Gudang Bahan Peledak (Handak), diduga para terduga pelaku dan unit excavatornya di lepas begitu saja.
10. Puluhan warga telah menyampaikan pengaduan masyarakat yang ditangani oleh pihak Polsek Mandau. Penanganan perkara sebatas memintai keterangan dari para korban, lalu selanjutnya datang meninjau lokasi kejadian.
11. Sekitar awal Agustus 2025, masyarakat berhasil mencegah 1 unit excavator hendak masuk ke Kampung D.30, dengan tujuan menumbang pohon-pohon kelapa sawit warga. Menurut pengakuan pengawal excavator tersebut, dirinya merupakan Personil Aktif PAM OBVIT Polres Bengkalis, hanya melaksanakan perintah dari seorang Notaris untuk mengkawal unit tersebut agar tiba dengan selamat di titik koordinat lokasi peta yang diberikan. Legalitas yang ditunjukkan hanya sebatas Akta Jual Beli (berinisial FS sebagai pihak Penjual). Sekitar 1 bulan kemudian, pengawal yang sama dari PAM OBVIT Polres Bengkalis kembali datang. Kali ini bersama-sama dengan Notaris berinisial S, 1 orang yang mengaku sebagai personil aktif TNI dari satuan AU (Lanud Pekanbaru) bercelana loreng, serta 1 orang lagi mengaku sebagai personil aktif Polsek Mandau. Namun excavator tersebut berhasil lagi dipulangkan oleh warga.
12. Mesti sudah ditangani pihak Penyidik, para pelaku pengerusakan tanaman sawit warga yang terindikasi mafia tanah terus melakukan aksinya. Seperti sudah dikondisikan, dorong mendorongpun terjadi, anehnya pihak terduga pelaku membuat laporan polisi dan cepat di respon pihak Penyidik. Dugaan keterlibatan oknum terlihat pada di tangkapnya 2 warga yang dituding dengan pasal 170 KUHP sebagai pelaku yang ditangkap dini hari oleh pihak Penyidik Reskrim Polsek Mandau, yang diduga kuat tanpa disertai surat tugas dan surat penangkapan. Surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarga yang ditahan di kantor Polsek Mandau setelah adanya desakan dari para keluarga serta warga D.30. Surat tersebut diberikan setelah 2 warga yang di tahan telah selesai di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) sekitar pukul 15.00 WIB.













