Meranti – Publik dibuat heran dengan keberlanjutan jabatan Kepala Desa (Kades) Kedaburapat, Mahadi. Pasalnya, menurut informasi yang beredar, Mahadi pernah divonis bersalah dan menjalani hukuman penjara atas kasus illegal logging pada tahun 2021, namun kini masih aktif menjabat bahkan masa jabatannya diperpanjang.
Padahal, dalam aturan perundang-undangan, salah satu syarat calon kepala desa adalah tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, khususnya untuk tindak pidana dengan ancaman minimal 5 tahun atau lebih.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, Mahadi pernah diamankan Polres Kepulauan Meranti bersama 3.200 batang kayu hasil pembalakan liar. Dalam persidangan, ia didakwa melanggar Pasal 83 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman penjara 1 hingga 5 tahun dan denda Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar.
“Putusan pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun 8 bulan dan denda Rp500 juta kepada Mahadi. Kalau aturan ditegakkan, seharusnya beliau tidak lagi menjabat sebagai kades,” ujar narasumber.
Ironisnya, Mahadi justru tetap memimpin Desa Kedaburapat dan dikabarkan mendapat perpanjangan masa jabatan dua tahun ke depan, sejalan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.3.4.1/3795/SJ tentang Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa tertanggal 31 Juli 2025.
Narasumber tersebut berharap Mendagri Tito Karnavian tidak menerapkan perpanjangan masa jabatan bagi Mahadi, karena dinilai bertentangan dengan aturan hukum di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 40 huruf (f) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa dapat diberhentikan apabila melakukan tindak pidana yang diancam hukuman penjara paling singkat 5 tahun atau lebih, berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Aturan ini diperkuat dengan kewenangan bupati/wali kota untuk memberhentikan kepala desa yang terbukti pernah melakukan tindak pidana berat. Dengan demikian, publik menanti kejelasan sikap Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam menegakkan aturan tersebut.