Pekanbaru – Kematian seorang pasien di RS Awal Bros Sudirman Pekanbaru yang sebelumnya diduga kuat akibat kelalaian pelayanan medis, kini memasuki babak baru yang lebih mengerikan. Fakta-fakta baru yang muncul ke permukaan justru mempertegas dugaan bahwa tragedi memilukan ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bisa jadi cerminan dari kelumpuhan sistem pelayanan di rumah sakit swasta ternama itu.
Senin, 19 Mei 2025, awak media kembali turun ke lapangan untuk mengkonfirmasi ulang ke pihak rumah sakit mengenai kabar yang telah beredar luas. Namun, upaya itu kembali berujung pada tembok bisu dan alasan klise. Humas RS berdalih sedang berada di luar dan tengah sakit. Alasan yang sama berulang kali digunakan setiap kali diminta pertanggungjawaban, seakan-akan menghindari kenyataan yang harus mereka hadapi.
Yang lebih mencengangkan, berdasarkan informasi dari keluarga korban, sebanyak tiga orang perawat yang menangani almarhum diam-diam telah dipecat. Tidak ada pernyataan resmi. Tidak ada permintaan maaf ke publik. Semua dilakukan dalam diam, seolah ingin mengubur bukti hidup dari tragedi kemanusiaan yang terjadi di ruang perawatan rumah sakit itu.
Kalau tidak salah, kenapa sampai harus ada yang dipecat, Ini bukan kebetulan. Ini pengakuan terselubung bahwa memang ada yang sangat salah dalam pelayanan mereka.
Sebelumnya, keluarga telah menceritakan bagaimana pasien yang semula dalam kondisi stabil, perlahan memburuk karena pelayanan yang kian tak manusiawi. Dari dipaksa mengurus sendiri makan dan buang air, hingga dibiarkan dalam kondisi mengenaskan saat tenggorokannya penuh lendir, nyawa almarhum seolah-olah hanya dihitung sebagai angka dalam laporan rumah sakit.
Yang lebih membuat hati teriris, adalah kenyataan bahwa keluarga harus menyaksikan sendiri detik-detik pasien meregang nyawa tanpa satu pun tindakan medis memadai dari tim RS. Permintaan penyedotan lendir diabaikan. Isak tangis dan teriakan minta tolong seolah tenggelam dalam dinginnya dinding rumah sakit.
Kini, setelah pasien meninggal dunia dalam kondisi yang memilukan, RS Awal Bros Sudirman seperti memilih bungkam. Klarifikasi yang ditunggu tak kunjung datang. Sebaliknya, muncul upaya membungkam dengan menyebut bahwa “semua sudah dibicarakan ke keluarga.”
Pemecatan tiga perawat tanpa pengumuman resmi justru memunculkan kecurigaan lebih dalam. Bagi keluarga korban, ini bukan sekadar soal tanggung jawab individu. Ini soal dugaan sistem pelayanan yang lalai, membiarkan manusia mati perlahan dalam perawatan yang seharusnya menyelamatkan.
Tragedi ini bukan hanya duka satu keluarga. Ini bisa jadi cermin betapa rentannya keselamatan pasien di tengah sistem pelayanan yang seharusnya jadi benteng terakhir harapan hidup.
Sampai berita ini diterbitkan, RS Awal Bros Sudirman Pekanbaru masih memilih diam. Diam yang menyimpan banyak tanya dan luka yang belum sembuh. (Tim)