GARUDASAKTI.ID – PEKANBARU – Zahara, ibu kandung almarhum Jamaluddin, korban penganiayaan yang meninggal dunia di Desa Kualu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, 8 September 2024 lalu, melaporkan penyidik Polda Riau ke Bareskrim Mabes Polri. Ia mengaku kecewa terhadap kinerja Polda Riau, yang tidak profesional dalam mengusut kasus meninggalnya Jamaluddin dan tidak menangkap DPO yang jelas-jelas menampakkan diri.
Zahara melaporkan penyidik Polda Riau ke Mabes Polri melalui tim Penasehat Hukumnya, Suroto SH, Mirwansyah SH MH, Emi Afrijon SH MH dan Heri Susanto SH MH, yang tergabung dalam Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau, 3 Desember 2024.
Suroto SH, salah satu tim Penasehat Hukum Zahara, kepada wartawan, Kamis 5 Desember 2024 mengatakan, pengungkapan kasus penganiyaan yang menyebabkan matinya orang yang dialami oleh Jamaludin yang terjadi pada tanggal 8 September 2024 di Desa Kualu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, yang melibatkan oknum anggota Polda Riau menyisakan kekecewaan terhadap keluarga korban, karena penanganan perkaranya terkesan main – main.
Hal ini menurut Suroto, karena sampai saat ini tidak semua pelaku penganiayaan terhadap korban Jamaludin ditangkap oleh Polda Riau. Dikatalannya, sesuai statemen yang disampaikan oleh Polda Riau dalam perkara ini ada lima pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Tiga orang di antaranya sudah ditangkap, inisial Y, AS (anggota Polda Riau) dan J. Sedangkan dua orang pelaku lagi inisial AD dan I masih DPO.
“Kekecewaan keluarga korban terhadap Polda Riau dikarenakan pada akhir Oktober 2024 lalu, keluarga korban sudah menyampaikan informasi kepada Penyidik Polda Riau, bahwa DPO inisial AD akan menikahkan anaknya pada hari Minggu 3 November 2024 di Kubang Jaya, Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Saat itu keluarga korban meminta kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap DPO inisial AD tersebut. Namun, sampai pesta pernikahan tersebut dilaksanakan, tidak ada satupun anggota kepolisian yang datang untuk menangkap DPO inisial AD. Padahal jelas-jelas yang bersangkutan telah ditetapkan Polda Riau sebagai tersangka dan DPO tersebut muncul di hadapan orang ramai,” ungkap Suroto.
Lebih lanjut dikatakan Suroto, tim kuasa hukum keluarga korbanpun sudah mengirimkan photo – photo keberadaan DPO inisial AD di acara pesta tersebut, tetapi nyatanya Penyidik Polda Riau tidak juga melakukan penangkapan terhadap inisial AD sampai beberapa hari ke depan. Setelah pestapun DPO inisial AD masih berada di rumahnya dan Penyidik Polda Riau juga tidak melakukan penangkapan.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi keluarga korban dan masyarakat sekitar, mengapa inisial AD tidak ditangkap? padahal jelas – jelas statusnya sudah tersangka dan DPO. Keluarga klien kami mencurigai Penyidik Polda Riau sudah ‘ bermain ‘ dengan DPO inisial AD tersebut. Sebagai warga negara yang taat hukum, klien kami sudah berupaya untuk tidak main hakim sendiri terhadap pelaku dan mempercayakan penyelesaian kasusnya kepada Kepolisian. Namun, nyatanya Kepolisian tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diharapkan. Sedangkan dalam perkara yang pelapor ada pengacaranya saja perkaranya bisa diterlantarkan oleh penyidik seperti itu, bagaimana kalau pelapor tidak ada pengacaranya? jangan salahkan keluarga klien kami jika akhirnya mereka menuntut keadilan terhadap DPO inisial AD dengan jalanya sendiri,” ujar Suroto, SH.
Terhadap kondisi ini, dalam waktu dekat keluarga korban melalui Pengacaranya akan menyampaikan pengaduan kepada Bapak Presiden R.I, Kapolri beserta jajaranya untuk mendesak Polda Riau segera melakukan penangkapan terhadap semua pelaku dan memprosesnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Selain kecewa karena tidak ditangkapnya DPO dalam kasus penganiayaan anaknya, keluarga korban juga kecewa dengan statmen Polda Riau yang terkesan membohongi masyarakat, dengan mengatakan bahwa penyebab anak klien kami dianiaya oleh pelaku dikarenakan anak klien kami dituduh mencuri barang berharga milik Y. Padahal para pelaku yang salah satunya anggota Polda Riau tersebut menganiaya anak klien kami karena anak klien kami dituduh mencuri narkoba jenis sabu milik para pelaku. Seharusnya Polda Riau jujur saja kepada masyarakat, jangan menutup – nutupi bahwa keterlibatan anggotanya menganiaya anak klien kami hingga meninggal dunia itu karena terkait narkoba jenis sabu, bukan soal barang berharga yang dicuri,” ujarnya.
“Keluarga klien kami sangat sedih dan kecewa atas statmen Polda Riau tersebut, karena demi menutupi keterlibatan anggotanya dengan Narkoba, Polda Riau tega menyebut motif anak klien kami dipukuli karena anak klien kami mencuri barang berharga milik para pelaku. Kalau Kepolisian terus seperti ini kapan bisa jadi baik,” kata Suroto, SH.
Sesuai dengan rekontruksi, sebelum para pelaku melakukan penganiayaan terhadap korban sampai meninggal dunia terlebih dahulu para pelaku menggunakan sabu – sabu di rumah pelaku oknum Polisi inisial AS, terhadap hal ini, kuasa hukum keluarga korban juga sudah meminta kepada Polda Riau untuk membongkar dan memproses tuntas terkait penggunaan dan peredaran narkoba yang ada para pelaku tersebut. Namun sampai saat ini tidak ada informasi apapun yang disampaikan Polda Riau terkait narkoba yang dimiliki dan digunakan para pelaku.
“Tidak terbukanya Polda Riau soal keterkaitan narkoba dengan anggotanya dalam kasus penganiayaan anak Klien kami, membuat mayarakat meragukan komitmen Polda Riau dalam memberantas penggunaan dan peredaran narkoba,” ujarnya.***